Cerita Pengusaha Desa Mantan Pahlawan Devisa
Sembilan tahun menghabiskan waktu dinegeri orang membuka sebuah cerita pengusaha desa mantan pahlawan devisa
Hanya wanita biasa
Aku hanyalah wanita yang berasal dari pelosok desa. Tidak ada istimewanya dan lahir dari keluarga sederhana. Keseharianku sejak kecil tak berbeda dengan teman sebayaku. Sekolah dan berkebun atau membantu orang tua ke sawah. Pendidikanku saja hanya sampai SMP. Itupun berkat bantuan banyak orang sehingga aku bisa lulus.
Di usiaku yang menginak tujuh belas tahun, aku harus menerima lamaran pria tetangga desa. Maklum namanya juga didesa, perempuan muda harus sudah menikah lantaran khawatir nanti jadi perawan tua. Aku pun menikah dan setahun kemudian aku melahirkan seorang putra. Dua tahun berselang putri kedua kami lahir.
Sebagai ibu dari dua anak tentu saja aku sangat sibuk. Suami setiap hari bekerja sebagai buruh tani yang terkadang harus prihatin karena gagal panen. Saat musim kemarau tiba, suami biasanya membantu para petani untuk mendapatkan air dengan cara mengambil dari hulu sungai. Itupun mesin pompa airnya mesti sewa.
Menjadi janda muda
Saat putraku menginjak usia empat tahun dan putri kami sedang lucu-lucunya, musibah terjadi. Suami terpeleset jatuh saat sedang mencari air di hulu sungai. Ia jatuh kedalam lereng sungai sedalam sembilan meter. Tubuhnya terhempas batu sungai.
Duka kami tak berhenti disitu saja. Menjadi janda muda yang terus di goda para pria membuatku risih. Sesekali mereka bertindak berani saat aku sedang bertiga dengan kedua anakku. Tak dapat dikisahkan betapa kondisi saat itu semua serba sulit.
Tak ingin semua terus berlarut dan berlanjut akhirnya aku memutuskan untuk meninggalkan desa. Bayangkan beratnya meninggalkan buah hati yang tanpa ayah. Kepada kedua orang tuakulah aku menitipkan putri bungsu dan kepada nenek aku titipkan si sulung. Terngiang memiliki masa depan lebih baik menguatkanku untuk semangat berjuang meski kadang air mata jatuh dengan sendirinya.
Petunjuk Allah itu nyata
Awalnya aku merantau ke Semarang sebagai pekerja laundry. Baru sepekan aku bekerja disana tiba-tiba aku dikejutkan oleh pelanggan yang hendak mencuci karpetnya. Dia adalah Astuti, teman SMP ku dulu. Ternyata dia sudah sukses sekarang. Menikah dengan pacarnya asal Semarang.
Namun mereka berjauhan karena Astuti bekerja merantau ke Hongkong. Astuti yang trenyuh mendengar cerita hidupku lantas mengajakku untuk mampir kerumahnya. Sepanjang malam kami bercengkerama, suaminya pun asyik dalam obrolan kami karena memang sudah lama mengenal.
Tak disangka, doaku untuk hidup lebih layak dikabulkan dimalam itu. Astuti mengajakku untuk merantau ke Hongkong. Suaminya mendukung bahkan akan membantu semua pembiayaan agar aku bisa berangkat bersama Astuti. Sujud syukurku tak terkira bersama air mata yang basahi sajadah ini.
Mengubah semua kondisi
Singkat cerita aku telah bekerja di Hongkong dan waktupun cepat berlalu. Bossku sebagai majikan baik hati dan dermawan. Semua tak luput dari upaya dan ikhtiar sahabatku Astuti bersama suami. Bekal yang kudapatkan tak hanya dari sisi finansial saja. Lebih dari itu aku dibekali Saputangan Karomah sebelum berangkat ke Hongkong.
Semua kulewati nyaris tanpa masalah. Kerinduanku kepada anak dan orang tua terpenuhi sebab boss mengingatkan untuk video call keluarga setiap hari. Tanpa terasa, tiga kali kontrak telah kulewati dengan sangat cepat. Anak-anak sudah tumbuh besar dan mereka ingin aku dirumah tak perlu merantau lagi.
Perpisahanku dengan boss tak menyurutkan hubungan baik kami yang sudah seperti keluarga sendiri. Akupun pulang kandang. Di desa tanah kelahiranku, aku merintis hidup yang lebih baik dengan membuka warung kecil-kecilan. Atas inisiatif Astuti, aku diminta untuk gunakan Baiat Kerejekian. Alhamdulillah Wa Syukurilah, warung mungilku kini menjadi toko terbesar di desaku.
Berbuat baiklah terhadap siapapun, tabahlah saat Allah menguji. Maka disitulah akan ada jalan keluar yang lebih indah dari doa yang kita panjatkan.