Cinta Bersemi Ditengah Pandemi
Kegelisahanku Kini Berubah Menjadi Kebahagiaan Mendalam Saat Cinta Bersemi Ditengah Pandemi
Pendiam dan sulit bergaul
Namaku Diany, usiaku tiga puluh dua tahun dan aku adalah seorang perawat. Aku pemalu sebab wajahku banyak bekas jerawat. Sejak masih remaja aku dikenal banyak diam dan tak banyak berinteraksi dengan teman-temanku. Pribadi tertutup dan sulit bergaul inilah yang membuatku berasa tersisih. Tak ada satupun cowok yang mendekatiku hingga aku masuk ke bangku sekolah keperawatan.
Dilingkungan tempat tinggalku pun aku dikenal sebagai remaja putri yang nyaris gak pernah berkumpul dengan teman sebayaku. Jika ada acara seperti hajatan hingga perayaan Agustusan aku lebih memilih untuk tidak menjadi panitia. Sikap inilah yang terbawa hingga usiaku menginjak dewasa.
Suatu hari pernah teman kakakku main kerumah dan ingin berkenalan denganku. Antara malu dan bingung saat diajak bersalaman. Bayangkan jika bersalaman dengan cowok saja aku gemetar. Bagaimana nanti jika ada cowok yang ajak aku jadian terus ajak jalan-jalan?
Berkarir sebagai perawat
Selesai sekolah keperawatan disalah satu kampus di Bintaro, aku diterima kerja di salah satu rumah sakit. Memang tidak begitu besar tapi selalu saja ada pasien datang sekadar untuk check up atau berobat penyakitnya. Disinilah aku kenal dengan mas Rizal. Dia ini senior disini dan entah sengaja atau tidak aku dan mas Rizal ini sering bertemu dalam satu shift kerja yang sama.
Keakraban kami ibarat senior dan yunior disaat kerja, tapi seperti juga kakak dan adik saat kami sedang rehat. Hati kecilku sangat menunggu kapan yaa mas Rizal ajak jadian. Namun isi otakku bergelayutan kesana kemari, malu ahh wajah banyak bekas jerawat begini.
Lama menunggu ditembak mas Rizal muncul kabar kurang mengenakkan. Rupanya mas Rizal akan pindah kerja kelain rumah sakit. Herannya aku merasa seperti duniaku sudah berakhir. Sosoknya sangat ku kagumi tapi rasa percaya diri ini menghambat semuanya. Apakah memang harus sampai disini?
Pasrah dengan keadaan
Tak terasa usiaku sudah meninggalkan kepala tiga, hari ini usiaku tiga puluh dua tahun. Pertanyaan keluarga dan teman-temanku tak lain dan tak bukan, kapan nikah?! Telinga ini super bosan dengar pertanyaan itu. Kadang aku mau pergi jauh biar aku tak dengarkan lagi. Sebab cukup mengiris hati ini.
Dalam kepasrahanku aku mencoba berikhtiar siapa tahu bisa bantu temukan siapa jodohku. Memang sih, jodoh itu Allah yang beri tapi jika seperti ini terus mau sampai kapan. Iseng aku buka Instagramku, akhirnya aku temukan juga seorang Mbah Mijan. Tapi gimana, malu banget pasti aku kalo harus ketemu Mbah Mijan.
Beruntung niatku ini didukung mama, akhirnya mama lah yang menyampaikan keinginanku kepada asisten Mbah Mijan via telepon. Darinyalah kami mendapat saran untuk Ruwatan. Kami ikuti saja hingga akhirnya kami dikirimkan paket Ruwatan lengkap dengan tata caranya. Namun ternyata saat tuntas melaksanakan semuanya, negeri ini tak luput dari serangan virus mematikan bernama Corona.
Andai waktu bisa diputar kembali
Tugas seorang perawat sangatlah berat terlebih ditengah pandemi virus ini. Aku dan banyak rekanku diberi tugas ekstra demi menyelamatkan mereka yang sudah terinfeksi. Sampai kami harus diperbantukan sana sini karena sifat masive virus ini. Pikiranku tertuju ke mas Rizal jika aku bertemu perawat pria yang kujumpai saat bertugas diluar.
Dimana kamu mas? Andai waktu bisa diputar kembali, itu isi hatiku berkata-kata. Ajaibnya, dikawasan Jakarta Pusat saat aku harus kesana tiba-tiba aku dikejutkan suara pria memanggilku. “Dek Diany!” Aku kaget bukan kepalang, itu suara mas Rizal. Kami pun berpelukan dan tetiba semua rasa percaya diriku membumbung tinggi.
“Mas kangen kamu dek, apa kabarmu?”, mendengar ucapan itu mataku berkaca-kaca. “Setelah virus ini selesai, mas akan datang kerumahmu dek. Mas tahu kamu masih sendiri, ijinkan mas bertemu kedua orang tuamu ya dek”. Aku tak dapat berkata lagi, “Datanglah mas”. Kami berdoa esok nanti kami menikah setelah virus ini musnah.