Kondisi keuangan yang terus terpuruk dengan hutang bertumpuk membuatku cukup lama berjibaku akhirnya rumah bisa laku
Meneruskan usaha warisan orang tua
Perkenalkan saya Joko, saya perantau asal Solo yang sudah lebih dari dua puluh lima tahun menggeluti usaha kuliner. Usaha ini awalnya adalah milik kedua orang tuaku. Jadi aku tinggal meneruskan usaha warisan orang tua saja ketika mereka sudah waktunya pensiun dan menghabiskan masa tua di desa.
Disini aku menempati rumah didaerah Pamulang, Tangerang Selatan. Rumah ini adalah hasil jerih payahku bekerja membantu usaha orang tua sebelum mereka pensiun. Hingga saya menikah rumah ini kami tempati bersama-bersama sekitar hampir lima belas tahun.
Lewat rumah inilah saya memantau usaha sekaligus menjadi tempat saya melakukan pertemuan dengan para anak buah. Membicarakan tentang prospek dan penanganan solusi dari setiap permasalahan yang terjadi pada usaha yang dijalani bersama ini.
Usaha menurun pasca orang tua pensiun
Rupanya saya tak setangguh kedua orang tua saya. Ini terbukti pasca mereka memutuskan untuk pensiun dan menetap di desa. Mereka sudah sangat ingin kembali ke desa, maklum sudah lebih dari lima puluh tahun menghabiskan waktu di perantauan.
Mereka menyerahkan kelangsungan usaha kuliner ini kepadaku. Apapun yang akan terjadi semua menjadi tanggung jawabku. Merebaknya persaingan usaha baik dari sisi jumlah pesaing maupun perang promosi membuatku memutar otak. Mulai dari menjalin kerjasama dengan pihak ketiga sampai promosi jor-joran demi merebut hati konsumen.
Dalam kondisi menurunnya keuntungan usaha sampai dititik level minus maka mau tidak mau aku harus melakukan suntikan pinjaman dana untuk modal. Inilah yang menjadi awal keterpurukan. Pinjaman demi pinjaman menumpuk hingga berjumlah Miliaran Rupiah. Apa mau dikata? Semua sudah terjadi dan saya beserta keluarga kini hanya bisa pasrah.
Terlilit terbelit hingga sulit
Bulan demi bulan yang cukup berat sudah dilewati. Kenyataan berbicara bahwa kondisi saya dan usaha ini memang sulit. Ditengah sulitnya bangkit ini dengan sangat terpaksa aku menggadaikan sertifikat rumah yang selama ini jadi tempat tinggal keluarga dan tempat berbagi bersama. Keputusan yang berat, tapi semua demi kebaikan bersama.
Pupusnya usaha ini terjadi sudah. Lokasi usaha yang selama puluhan tahun berjalan ini harus terusir karena pengembangan Real Estate. Sedangkan saya sebagai pengelola usaha tak dapat bertindak apa apa lantaran saya juga lokasinya sewa.
Sudah pasti rumah akan disita oleh bank, dan jika itu terjadi maka habis sudah apa yang kami miliki. Menerima kenyataan usaha gulung tikar juga menjadi beban mentalku kepada kedua orang tua. Mereka telah merintis, membangun dan membesarkan usaha ini dengan sangat gemilang. Kemudian aku tak bisa menjadi penerus usaha ini seperti apa yg mereka inginkan.
Berniat menjual rumah
Kini tak ada lagi property yang saya miliki. Dua mobil sudah terjual cepat karena murah, demi untuk membayar angsuran pinjaman. Mobil operasional usaha pun tak luput dari property yang harus dijual. Tak ada satupun karyawanku tersisa bahkan asisten rumah tangga juga sudah pamit. Tiga mesin cuci otomatis turut terjual demi penuhi kebutuhan sehari-hari.
Niatku untuk menjual rumah ini sangat berliku. Tak bosan aku tawarkan kesana sini, meminta bantuan agen property sampai aku buat iklan sendiri diatas kertas. Tak ada uang untuk beriklan di surat kabar jadi tembok dan tiang listrik jadi tempatku beriklan. Walau mungkin mengecewakan keluarga namun solusi menjual rumah ini adalah satu-satunya cara untuk keluar dari jeratan hutang.
Diluar dugaanku, mantan karyawan kepercayaanku membantu menjualkan rumah ini dengan Azimat Property. Menurutnya ini akan membantu secara supranatural dan spiritual. Dengan doa yang benar dan kesungguhan serta keikhlasan Insyaa Allah rumah akan terjual dalam waktu tiga sampai lima bulan. Ikhtiar itu wajib, kepasrahan itu yang utama. Alhamdulillah, terjual sudah dan semua hutangku perlahan musnah. Kini keluarga kami semua kembali ke desa dan memulai hidup yang lebih baik disana.