Cerita Pedagang Sayur Yang Subur Makmur
Perantau modal nekad ini punya cerita pedagang sayur yang subur makmur sejahtera lahir dan batin
Lelaki kecil bermimpi besar
Aku berasal dari Brebes, Jawa Tengah. Namaku Usman, sekolahku tak tamat Sekolah Dasar lantaran orang tuaku tak sanggup biayai pendidikanku. Aku anak pertama dari delapan bersaudara, jadi bisa Anda bayangkan betapa ramainya keluargaku.
Tinggal di tepian jalan Pantura mendidik ragaku untuk bekerja keras. Saat usia sepuluh tahun aku membantu pamanku yang bekerja sebagai tukang tambal ban tubeless. Kebetulan pamanku bujang jadi aku bebas menginap dirumah paman. Walau kadang tidur di pangkalan tempat dinasku membantu menambal dan mengganti ban.
Seringkali aku ingin seperti paman. Tapi nyaliku tak cukup besar karena persaingan usaha tambal ban di jalur Pantura saat itu sangat ketat. Paman lebih menyarankan jika aku sudah berani agar merantau ke ibukota.
Tekad remaja berbekal nekad
Suatu hari menjelang sore ada truk membawa hasil kebun dari Malang. Mereka mengganti ban di pangkalan paman. Aku melihat isinya ada Wortel dan Kol segar memenuhi muatannya. Aku sigap membantu paman untuk membereskan ban truk ini.
Selepas beres aku coba bertanya,”Pak Sopir mau ke Jakarta? Boleh aku ikut?” Kemudian pak sopir itu setengah bingung balik bertanya,”Mau apa kamu ke Jakarta?” Aku jawab spontan saja bahwa aku ingin merantau dan mandiri di Jakarta.
Paman yang mendengar obrolanku ini mengacungkan jempol pertanda setuju. Pak Sopir geleng-geleng kepala. Beberapa saat kemudian dia bilang,”Kemasi bajumu, nanti ikut bareng ke Jakarta!”
Perjuangan pun dimulai
Tibalah aku di Pasar Induk Kramat Jati. Besar sekali pasar ini sampai aku takut jauh-jauh berjalan karena nanti pasti hilang. Di pasar inilah aku dikenalkan dengan pedagang-pedagang. Lalu dibantu untuk bisa membantu berdagang sekadar angkut sayur mayur yang baru datang.
Aku gak mikir upah berapa yang kuterima. Aku total ingin kerja dan cari uang sendiri saja. Namun tinggal di bedeng pasar membuatku jenuh dan butuh suasana lain. Akhirnya aku putuskan untuk kost tidak jauh dari kawasan pasar.
Setiap jelang malam aku bekerja mengangkut sayur mayur, menyortirnya lalu sebagian aku kumpulkan untuk dijual kepada tetangga. Maklum kadang ada yang suka titip inilah itulah anulah. Lumayan jadi uang sedikit demi sedikit.
Ambil keputusan dalam kesempatan
Pekerjaan jual sayuran eceran inilah yang mengilhami pikiranku untuk ambil keputusan berdagang. Benakku berkata ini adalah kesempatan, kenapa aku tidak berjualan saja? Toh hampir semua pedagang besar di pasar induk kenal semua.
Baru terpikir seperti itu aku bertemu dengan seseorang yang pamit untuk pulang kampung dan tak kembali ke Jakarta. Pak Kosim, adalah pedagang sayuran keliling tak jauh dari tempat kostku. Dari beliaulah aku di warisi gerobak untuk berjualan sayur mayur.
Rupanya kesempatan ini benar-benar gak bisa dibuang. Harus kuambil segera atau aku kehilangan kesempatan ini. Belum tentu ada datang kesempatan kedua, itulah yang buat tekadku makin kuat untuk ambil keputusan.
Cerita kemakmuran bermula
Awal tahun menjadi titik bermulanya aku berjualan sayur mayur keliling. Aku hanya menjual produk yang segar. Tidak ada yang layu apalagi kualitas buruk. Semuanya aku jual dengan keuntungan yang gak muluk-muluk. Supaya aku punya banyak pelanggan.
Sehari-hari selama hampir enam tahun aku berkeliling dari komplek ke komplek, menembus jalan kecil dan kembali ke kostku. Sedikit banyak untung aku syukuri sambil aku terus berdoa agar diberi rejeki halal dan melimpah. Sebagian dari rejekiku tak lupa aku untuk sedekah.
Dari sekian banyak pelangganku ada pelanggan yang memuji kualitas dan harga yang menurutnya luar biasa. Beliau adalah Ibu Wiwin, pelanggan setiaku. Dari beliaulah kabar segarnya sayuranku ini sampai ke telinga suaminya. Suaminya pun penasaran dengan daganganku dan juga aku tentunya.
Langkah kecil untuk lompatan besar
Lanjut ya gaes, siapa sangka suami Ibu Wiwin ini adalah seorang pengusaha restoran dan memiliki dua belas cabang yang tersebar di Jabodetabek. Beliau ini gak segan untuk berkunjung ke kost ku yang kecil dengan gerobak warisan terparkir didepan kamar kost.
Kepadaku beliau berkata,”Usman, sayuranmu segar semua. Boleh saya minta daftar harga semuanya? Saya ingin semua restoran saya kamu yang supply sayur mayur dan buahnya”. Antara kaget dan mimpi, apa bisa aku lakukan semua ini?
Dalam perenunganku, aku butuh seseorang untuk tempat curhat karena ini adalah hal besar buatku. Ibaratnya konsultasi bisnis-lah karena aku awam dengan sistem yang akan terjadi nantinya. Akhirnya saat malam aku belanja ke pasar induk, bertemulah aku dengan salah satu pengepul sayuran yang menyarankanku untuk hubungi Mbah Mijan.
Eh, masa iya mau bisnis kok konsultasi ke paranormal? Apa mau diberi penglaris mungkin yaa? Atau mungkin mau di syarati biar makin maju berjaya akunya.
Semua diluar dugaanku
Esoknya coba kuhubungi kontak Mbah Mijan untuk konsultasi. Karena kurang puas lewat chatting akhirnya aku datang sajalah bertemu Mbah Mijan. Obrolan kami asyik, serasa bukan konsultasi resmi tapi bicara bisnis profesional yang seru.
Dari Mbah, aku dibekali Tasbih Karomah. Bukan hanya itu saja, jujur aku disiapkan sarana bermacam-macam agar usahaku tidak terjadi kendala. Semuanya agar lancar dan yang penting sesuai syariat. Aku di Baiat oleh Mbah Mijan dengan Baiat Kerejekian. Selanjutnya aku harus mematuhi petunjuk Mbah Mijan untuk terus berbakti kepada orang tua, rajin berdzikir dan bersedekah selalu.
Masih gak nyangka semuanya diluar dugaanku. Ini paranormal tapi gaul dan enak diajak konsultasi usaha. Kini aku gak lagi dagang keliling, gerobak warisan itu kini jadi saksi bisu dan kusimpan rapi. Aku pun gak ngekost lagi karena sebagai supplier sayuran dan buah aku harus punya basecamp untuk melayani semua pelangganku.
Allah bersama hamba-Nya yang punya tekad bulat, selalu ada jalan untuk niat baik dan kejujuran!