Gapai Keberkahan Bersama Baiat Kerejekian
Doa sebagai ikhtiar dan usaha yang penuh kesungguhan lahir dan batin mengiringi bangkitku untuk gapai keberkahan bersama Baiat Kerejekian
Pekerja keras dan pekerja cerdas
Assalamu’alaikum, saya Dodik dan saya lahir serta dibesarkan di Semarang. Saya terlahir dari keluarga pekerja keras. Bapak saya seorang tukang batu dan ibu bekerja disebuah pabrik plastik. Diajarkan menghadapi kerasnya hidup dengan logika dan cara pandang agama yang sedang membuat saya hanya mendengarkan apa yang orang tua saya sampaikan.
Sejak masih remaja saya sudah aktif membantu Bapak jika sedang tidak bersekolah. Pergaulan saya pun menjadi berbeda dengan teman sebaya saya yang masih suka bermain kesana kesini. Saya sudah menikmati pekerjaan sebab bisa mengumpulkan uang dari hasil keringat sendiri. Perlahan tapi pasti, saya banyak mendapat ilmu sekaligus mencuri ilmu dari Pak Mandor dan tukang lainnya.
Seiring berjalannya waktu, saya telah menguasai banyak dalam hal konstruksi.
Tak mudah percaya klenik
Saya menyelesaikan pendidikan Sarjana Teknik di Semarang. Namun masih tetap aktif selama kuliah dengan mengambil pekerjaan proyek baik dari rekan maupun yang saya dapatkan sendiri. Saat itu banyak yang memberi masukan kepada saya agar saya menggunakan penglaris, pemikat atau susuk agar saya dapat memenangkan tender yang lebih besar lagi.
Sayangnya saya tidak mudah percaya begitu saja. Bagi saya, yang utama adalah kerja keras dan mesti cerdas. Dengan begitu orang-orang akan tahu hasil pekerjaan saya lalu menggandeng saya untuk bekerjasama. Sampai pada suatu ketika banyak hal diluar dugaan terjadi.
Satu persatu prospek menghilang. Bahkan yang sudah mendekati perintah kerja pun harus gagal karena beberapa hal. Memang ini tak beres tapi inilah yang sebenarnya terjadi. Tak terasa hampir satu setengah tahun saya hidup menghabiskan tabungan dan menjual aset-aset saya. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa saya sudah tidak memiliki hoki dalam bidang ini?
Bangkit setelah terpuruk
Dalam keterpurukan itu saya berangkat ke Bekasi. Ada satu properti yang saya beli dan belum saya tempati jadi saya mendiami rumah itu sambil mencari peluang baru. Keterpurukan rupanya masih mengiringi langkah saya. Pelan-pelan saya mulai belajar agama di masjid tak jauh dari kediaman saya. Sejak itu saya mulai tertarik dengan hal-hal spiritual.
Awal mulai konsultasi saya dengan Mbah Mijan adalah ketika beliau sedang di Bekasi. Seperti mendapat jalan menuju hoki, obrolan saya sangat seru dan membangkitkan semangat saya untuk bangkit setelah terpuruk. Satu hal yang menjadi rahasia saya saat itu adalah sarana Baiat Kerejekian yang disiapkan Mbah Mijan.
Saya banyak merenung memperbaiki diri sembari menjalankan nasehat Mbah Mijan untuk menjaga doa dan bersedekah meski dikala sempit. Hasilnya? Wow diluar dugaan saya. Satu persatu rekan dan sahabat lama mencari dan kota Bekasi menjadi saksi awal kebangkitan saya setelah cukup lama tenggelam dalam ekonomi.
Gapai keberhasilan bertubi-tubi
Persis bertepatan dengan ulang tahun saya yang ke-26, saya bangkit menggapai keberhasilan tender dibanyak titik di wilayah Jabodetabek. Saya mulai kelimpungan dan sudah saatnya untuk memiliki asisten dan karyawan yang akan membantu pekerjaan saya ini. Saya pun mulai mendirikan badan usaha yang baru mengawali langkah baru yang lebih meyakinkan.
Tanpa terasa sudah lebih dari delapan tahun saya tak bertemu Mbah Mijan. Kini beliau praktek di Tangerang dan saya sempatkan untuk berkunjung meski saat itu ada rencana untuk pembatasan mobilitas. Saya hanya ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan tentunya ingin beliau menjadi penasehat spiritual saya.
Kabar keberhasilan yang terjadi bertubi-tubi ini rupanya sudah masuk dalam penerawangan Mbah Mijan saat kami jumpa pertama dahulu. Berkah dari kesabaran, doa yang tulus dan ikhtiar yang benar sesuai syariat yang diajarkan oleh para pendahulu kita. Kabar inipun menjadi kebahagiaan tersendiri untuk Bapak dan Ibu sampai mereka ingin sekali ke Bekasi dalam waktu yang lama. Saya akan selalu ingat pesan dan petuah Mbah Mijan.
Wassalamualaikum.