Kisah Sunan Muria Sang Walisanga
Kemajuan budaya adiluhung di tanah Jawa tak lepas dari Kisah Sunan Muria Sang Walisanga yang berdakwah melalui jalur kesenian khususnya cerita pewayangan
Sekilas tentang Sang Sunan
Nama Sunan Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya yaitu di lereng Gunung Muria, yakni 18 kilometer ke utara kota Kudus. Sunan Muria mempunyai peran penting dalam menyebarkan ajaran agama Islam di sekitar Gunung Muria. Dalam menyebarkan agama Islam beliau meniru cara ayahnya, yaitu menyebarkan ajaran agama dengan halus.
Sedikit berbeda dengan ayahnya, dalam menyebarkan dakwahnya Raden Umar Said (Sunan Muria) lebih senang berdakwah di daerah terpencil dan jauh dari pusat kota. Tempat tinggal beliau berada di puncak Gunung Muria yang bernama Colo, di tempat tersebut beliau berinteraksi dengan rakyat jelata, dan mengajarkan cara bercocok tanam, berdagang serta melaut.
Gaya Sang Sunan dalam Syi’ar
Sunan Muria dalam menyebarkan agama Islam tetap mempertahankan kesenian gamelan serta wayang sebagai alat dakwah. Beliau menciptakan beberapa tembang untuk mengamalkan ajaran Islam. Dengan cara inilah sunan Muria di kenal sebagai sunan yang suka berdakwah topo ngeli. Sunan Muria juga di kenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai macam masalah.
Dengan gayanya yang moderat dalam berdakwah ini mengikuti jejak ayahnya menyelusup lewat berbagi tradisi kebudayaan Jawa. Seperti halnya adanya adat kenduri pada hari tertentu setelah kematian yang kemudian di ganti dengan nelung dino sampai nyewu yang tak di haramkannya, Tradisi membakar menyan atau sesaji di ganti dengan berdo’a dan bersholawat.
Kesenian dan Kepiawaian Sunan Muria
Seperti beberapa tokoh dalam Walisanga yang lain, Sunan Muria juga mengedepankan kelembutan pada saat berdakwah kepada masyarakat luas. Tidak hanya menyebarkan terkait kebaikan Islam, juga manfaat Islam dalam kehidupan. Pada dasarnya, budaya Islam sudah dianut oleh beberapa tradisi asli masyarakat.
Namun mereka saja yang belum mengetahui bahwa tradisi tersebut adalah ajaran Islam. Walisongo memiliki berbagai metode dalam berdakwah, salah satu ciri khas Sunan Muria dalam berdakwah adalah menggunakan kesenian. Kesenian dalam hal ini menggunakan gamelan dan wayang.
Beliau memperkenalkan Islam melalui gamelan dan wayang dalam bentuk cerita sehingga mudah dipahami dan meresap di hati. Melalui penampilan kesenian berupa gamelan dan wayang, Beliau menceritakan berbagai kisah agama Islam dengan cara menyenangkan.
Suara ceramah yang menyentuh hati
Seperti Sunan Bonang dan sunan Kalijaga yang berdakwah menggunakan kesenian seperti lagu-lagu jawa. Sunan Muria juga berdakwah melalui kesenian dalam bentuk wayang dan gamelan. Beliau juga menyediakan dakwah dalam bentuk nyanyian Jawa.
Nyanyian Jawa itu terkenal dengan nama “Sinom” dan “Kinanti” yang di dalamnya terdapat lirik yang berisi kisah agama Islam yang tentunya semakin menarik bagi penonton. Karena itu Sunan Muria terkenal sebagai Sunan yang senang berdakwah “Topo Ngeli” yang memiliki arti menghanyutkan diri dalam masyarakat. Dakwah dengan cara ini semakin menyebar hingga Lereng gunung Muria.
Mbah Mijan mencatat kisah demi kisah
Kisah Topo Ngeli ini yang dikisahkan sunan Muria adalah tentang kisah pewayangan yang dilakoni oleh Dewa Ruci yang merupakan kisah yang sering diceritakan oleh ayahnya.
Kisah asli Dewi Ruci ini adalah cerita dari seorang empu Majapahit, yang diceritakan kembali melalui pewayangan oleh sunan Kalijaga. Karena Sang Sunan menceritakan dalam bentuk pewayangan maka kisah ini menjadi lebih terkenal. Dan sunan Muria sebagai anaknya melanjutkan untuk menceritakan kisah ini.
Kisah Dewa Ruci ini menceritakan tentang perjalanan rohani tokoh Bima (Werkudoro), yang masuk ke samudera luas tanpa batas. Dan akhirnya ia sang Hyang Nawa Ruci yang memberikan wejangan tentang kebenaran yang hakiki.