Karomah Selembar Saputangan Di Perantauan
Berangkat meninggalkan keluarga demi hidup layak bersama karomah selembar saputangan di perantauan
Rumah tangga tak harmonis
Aku Rani, wanita asal Banjarnegara, Jawa Tengah. Aku menikah muda di usia delapan belas tahun dan dikaruniai satu putri yang sekarang sudah kelas enam SD. Dua tahun berjalannya pernikahanku terjadi beberapa hal yang janggal. Munculnya wanita lain dan tak diberi nafkah menjadi alasannku untuk mengakhiri biduk rumah tanggaku. Meski saat itu putri kecil kami baru berusia delapan bulan.
Menjadi janda muda itu berat, dipandang sebelah mata dan ramai jadi gunjingan. Belum lagi godaan dari para pria yang hanya iseng untuk memanfaatkan saja. Ingin rasanya aku pergi tapi juga gak tahu kemana. Anakku masih sangat kecil dan aku sendiri buntu mau apa lagi.
Saat usia anakku menginjak dua tahun aku terpikir untuk merantau. Bila perlu yang jauh sekalian agar aku bisa jauh pula dari masa laluku. Keinginanku ini direstui oleh ibu dan ditunjukkan dengan kesanggupannya mengasuh anakku selama aku diperantauan.
Serabutan mencari modal
Demi bisa memiliki cukup biaya untuk mendaftar sekaligus membuat paspor dan dokumen lainnya aku harus bekerja serabutan. Mulai dari buruh cuci baju hingga turun ke sawah saat musim panen dan tanam tiba. Mantan suami sama sekali tak memberi nafkah untuk anaknya yang makin butuh biaya.
Menabung demi bisa merantau jauh dengan bayangan impian kelak akan hidup lebih baik. Khayalanku menggelayut saat malam tiba. Tak lupa aku terus berdoa agar Allah memberiku kelancaran untuk semuanya. Memberikan kemudahan disetiap langkahku ini.
Ketika semua dirasa cukup biaya lalu aku mencoba mengumpulkan informasi tentang agensi yang bersedia memberangkatkan tenaga kerja keluar negeri. Beberapa proses kulalui dan saat itu tiba sudah menunggu hari untuk siap diberangkatkan. Berat hati kepada si kecil tapi masa depan harus mulai ditempuh dari sekarang.
Tiba di negeri Tirai Bambu
Tibalah aku di tanah rantau tepatnya di Guang Zhou, China. Disitulah aku bekerja sebagai perawat lansia sementara disitu juga ada juga sesama TKW dari Blitar yang bekerja sebagai pengasuh balita. Kami tidur sekamar dan banyak sekali aku mendapat ilmu dari dia sebab sudah lama dia merantau dan boleh dibilang sukses.
Namanya Murti, teman sesama TKW ini sudah sembilan tahun di China. Berkat merantau sebagai TKW ini dia sudah punya usaha di desanya. Beternak burung Puyuh dan usaha warung, ceritanya. Dia pun bisa sangat disayangi oleh majikan dimanapun dia bekerja.
Padahal kalo dilihat dari sisi fisik, aku lebih muda dan lebih cantik. Kok bisa ya majikan bisa sesayang itu ke Murti. Belum lagi kalo majikan beli sesuatu pasti dia selalu mendapat kejutan dari majikan. Wah menyenangkan sekali. Tak sedikit aku mendengar berita tentang derita para pahlawan devisa. Tapi disini semua benar-benar berbeda.
Berkat selembar Saputangan Karomah
Murti mengisahkan awal dia merantau. Ternyata tak seindah saat ini yang terjadi. Sebelumnya Murti pernah terlambat gaji, sering kena marah majikan bahkan sampai perlakuan yang tidak senonoh. Dalam perjalanannya temanku ini akhirnya meminta bantuan orang tuanya di desa untuk membuatkan seperti pegangan. Semua agar selama di perantauan baik-baik saja, lancar rejekinya dan selamat sampai kembali pulang.
Aku sedikit terkejut saat Murti menunjukkan saputangan beraroma wangi, kaget dan campur takut sih. Namun ini ternyata yang dia ceritakan tentang Saputangan Karomah. Amalannya dimaksudkan untuk para perantau di negeri orang seperti aku ini.
Menunggu gajianku turun di bulan depan aku memutuskan untuk memaharkan saputangan ini. Murti pulalah yang memberiku semangat dan kuat selama di perantauan. Sambil menanti datangnya saputangan ini aku berusaha memberikan yang terbaik untuk majikan sesuai tugas dan tanggung jawabku.
Sobatku semua, akhir cerita aku merantau disini berakhir dengan berpindahnya kewarganegaraanku menjadi warga negara China. Aku menikah dengan relasi majikanku dan suamiku asli Malaysia. Seorang pengusaha dan jadilah aku istri orang kaya.