Catatan Perjalanan Kesetiaan Pejuang Hati
Ini adalah kisah asmara dari secercah diary yang menjadi catatan perjalanan kesetiaan pejuang hati
Prinsip hati satu selamanya
Aku hanyalah wanita biasa yang memiliki banyak kekurangan. Terlahir dari keluarga sederhana dan tak seperti wanita lain yang hidup dengan luasnya pergaulan. Keluargaku yang sederhana ini mengajarkanku dan juga semua saudaraku untuk memiliki dedikasi, kesetiaan dan tanggung jawab dalam hal apapun. Tak terkecuali soal urusan hati.
Seperti ayah dan ibu, mereka adalah cinta pertama dan terakhir. Ayah dan ibu saling mengenal saat mereka sama-sama mengikuti pengajian disalah satu kampus di Solo. Mereka bertemu dan saling melempar pandangan teduh. Mereka pun akhirnya bersama mengayuh hingga hati mereka berlabuh.
Menjadikan prinsip mereka diikuti oleh anak-anaknya, ayah dan ibu sering menceritakan bagaimana mereka melewati masa-masa sulit yang menguji kesetiaan hati. Apalagi saat aku masih berusia dua bulan, ayah harus kehilangan pekerjaan karena di PHK besar-besaran.
Tiada kesetiaan tanpa ujian
Sebagai bungsu dari tiga bersaudara aku adalah anak yang paling dekat dengan ibu dan ayah. Apalagi aku anak perempuan satu-satunya. Kedua kakakku adalah laki-laki yang kini semua sudah berumah tangga dan hidup mandiri. Aku menemani keseharian ibu dan ayah dirumah.
Dari beliau berdua aku belajar dan meneladani tentang banyak hal. Mempertahankan kesetiaan ditengah ujian badai kehidupan. Ada satu cerita bahwa dulu ayahku sempat ditolak saat melamar ibu. Namun dengan ketangguhan dan kesungguhan ayah akhirnya ayah berhasil meluluhkan hati keluarga ibu.
Memang benar adanya bahwa keteguhan hati tentu akan diuji, ibarat kapal besar ditengah samudera yang bertemu dengan badai dan ombak besar. Arti kesetiaan buatku adalah hati ini milik siapa, seperti yang ibu dan ayahku tanamkan dalam keseharianku. Setiap mereka bicara kesetiaan, benakku selalu terbayang wajah Satrio. Satrio adalah sosok pria yang singgah dihatiku selama lebih dari empat tahun.
Tibalah hatiku menerima ujian
Aku dan Satrio adalah teman sekelas saat SMU. Kedekatan kami sudah diketahui oleh orang tua kami masing-masing. Termasuk juga para tetangga dan teman-teman kami. Itulah yang makin membuat sosok seorang Satrio adalah imam yang tepat untuk keluargaku nantinya.
Kami saling menyatakan suka justru saat kami menjelang kelulusan SMU. Nyaris saat itu tak ada kendala sebab kami masih bersekolah dan kami adalah cinta pertama. Teman-teman memanggil kami Couple S, yang artinya Sandra & Satrio. Julukan ini membuat kami berdua berbunga-bunga seakan semua merestui hubungan kami.
Empat tahun berlalu, aku dikejutkan hal diluar perkiraan kami. Mas Satrio harus menikah dengan pilihan orang tuanya karena satu dan lain hal. Pernikahan itu berlangsung tepat empat tahun kami jadian. Hatiku bergetar, empat tahun lamanya aku menjaga milik orang.
Sempat depresi mengurung diri
Wajar bila aku sempat depresi sampai mengurung diri. Pernikahan mas Satrio lancar terlaksana. Aku berusaha ikhlas dengan semua masa laluku bersamanya. Kuat gak kuat semua adalah takdir yang Maha Kuasa. Aku sempat pula tak bicara hingga suatu malam aku mencoba curhat lewat satu nomor yang kudapatkan untuk konsultasi urusan asmara.
Adalah nomor layanan Mbah Mijan tempatku curhat dan darinyalah aku belajar ikhlas. Awalnya aku mencoba mengisi malamku dengan berdzikir Tasbih Karomah. Namun karena ujung keikhlasanku ini tak bertepi maka aku disarankan untuk menjalankan Ruwatan untuk enteng jodoh.
Tanpa sepengetahuan orang tuaku, aku menjalankannya dengan sungguh-sungguh. Aku ikhlas memperjuangkan hatiku. Aku berdoa mas Satrio hidup bahagia. Sampai suatu hari setelah sepuluh bulan aku hidup jomblo, aku dapat kabar dari teman katanya mas Satrio pengen ketemu. Aku canggung untuk ketemu, baiknya kalo penting telpon saja.
Tepat malam habis aku Isya’, mas Satrio telpon dan suara yang kurindukan kudengar lagi. Ia berkabar bahwa istrinya tengah berurusan dengan hukum. Bahkan istrinya telah menggugat cerai mas Satrio sejak empat bulan lalu. Aku salah tingkah mendengar kabar ini, namun apapun itu jodohku hanya Allah yang tahu. Bila suatu hari nanti aku menikah dengan mas Satrio artinya diary perjuangan kesetiaanku akan menemui keajaiban. Semoga.