Juara Lomba Memancing Tiada Tanding
Berbagai ajang lomba galatama yang kuikuti menjadikan aku sebagai juara lomba memancing tiada tanding
Kegemaran sejak usia dini
Ayahku adalah seorang ahli memancing ikan di segala medan. Mau di danau, sungai, pantai sampai pada ajang setiap lomba-lomba memancing yang diadakan di banyak tempat. Ayah selalu mengajakku memancing ikan untuk mengisi waktu luang saat liburan. Seringnya sih setiap sore jika aku tak ada kegiatan bermain bersama kawan kecilku.
Peralatan yang digunakan ayah untuk memancing sebenarnya sama dengan yang digunakan oleh para pemancing lainnya. Tapi untuk urusan strike, jangan ditanya lagi. Ayahku adalah raja strike yang selalu menjadi pemenang. Kepiawaian ayah inilah yang membuatku menjadi gemar memancing sejak kecil. Melihat ayah memancing dan dapat ikan besar adalah kebanggaan tersendiri buatku.
Ayah mengajariku cara menyiapkan umpan yang benar. Lalu memastikan kail yang digunakan dalam keadaan baik dan siap untuk beraksi. Dalam mengajarkan ilmu memancing ini ayah cukup serius sehingga aku harus bisa seperti yang ayah harapkan.
Rutinitas demi rivalitas
Namaku Eggy dan aku terkenal sebagai pemancing profesional sejak usia dua belas tahun. Aku sering diajak serta ayahku dalam berbagai ajang lomba memancing khususnya galatama. Aku sering dianggap remeh oleh para peserta lomba lainnya tapi mereka terperangah ketika aku berhasil menunjukkan keahlianku.
Banyak tetangga yang ikut bangga terlebih selepas menang lomba aku sering berbagi ikan hasil pancingan yang aku bawa pulang. Beberapa kali namaku termuat dalam media cetak sebagai The Prince of Fishing alias Pangeran Pancing. Apapun itu semua terjadi karena jasa ayahku yang tidak main-main dalam mendidik dan menularkan ilmunya sejak dulu.
Tanpa ayah mungkin aku bukan siapa-siapa. Aku tak lebih dari kawan sebayaku yang bermain layangan, kelereng atau bermain air ketika hujan turun. Kata ayah, rutin berlatih mempengaruhi persaingan ketat ketika berlomba. Rutinitas inilah penentu rivalitas, siap atau tidaknya bersaing tergantung dari latihanku memancing.
Sisi lain yang disembunyikan
Hingga aku tumbuh dewasa tak pernah terpikir dalam benakku, kok bisa yaa ayah dan aku selalu menang? Padahal para pemancing lain juga hebat. Mereka dengan umpan yang sama bahkan peralatan pancing yang lebih mahal tapi belum bisa menandingi gaya memancing ayah dan aku. Aku selalu berpikir memang ayahkulah yang jagoan dalam hal ini.
Sampai pada suatu hari ada lomba galatama yang digelar di desa sebelah. Sore itu ayah tak bisa berangkat berlomba lantaran ada urusan diluar kota. Mau tidak mau aku yang harus berangkat. Ayah menyarankan untuk menggunakan peralatan memancing ayah.
Aku masih tak habis pikir dengan pesan ayah ini. Apakah alat yang aku punya tak lebih baik dari milik ayah? Apa kalo aku gunakan peralatan ayah terus aku dijamin pasti menang? Dan sederet pertanyaan lain dalam otakku kenapa ayah begitu memaksa aku menggunakan peralatan pancing miliknya.
Hari yang ditunggu telah tiba
Aku datang lebih awal dilokasi lomba tanpa ayah. Hanya peralatan ayahlah yang kubawa seperti pesan beliau. Setelah mengisi formulir kedatangan aku segera mempersiapkan diri dan posisi. Lomba pun digelar dengan ramainya penonton disana sini.
Rupanya ayah tak main-main dengan ucapannya. Beberapa detik kail kulempar, ikan besar sontak menyambar. Strike! Gemuruh tepuk tangan panitia dan penonton menyemangatiku. Begitu berulang terjadi hingga para peserta lomba lainnya ciut nyali.
Selesai lomba kubawa pulang piala dan hadiah, lalu kuhampiri ayah. Aku tanya,”Ayah, disana banyak jagoan ikut lomba. Kenapa kita bisa menang?” Kalem ayah menjawab,”Inilah rahasia kita. Sebenarnya ayah gunakan azimat khusus untuk memancing yang ayah dapatkan dari Mbah Mijan“.
Aku melongo, ternyata ohh ternyata inilah sisi lain yang disembunyikan dari ayah selama ini. Terlepas dari azimat memancing ini memang ayah tahu betul seluk beluk dan skill memancing yang benar dan profesional. Darinya aku belajar bahwa azimat itu untuk percaya diri dan hoki, sedang keahlian harus dipelajari setiap hari.