Tangis Bahagia Raga Terpisah Sejak Balita
Putra sulung kami dibawa pergi sejak usia lima hari dan pertemuan ini menjadi tangis bahagia raga terpisah sejak balita
Perhatian berujung perpisahan
Saya berkisah tentang Aldo, putra sulung saya yang kini berusia tujuh tahun. Saya menikah dengan istri saya selama delapan tahun lamanya. Aldo adalah karunia terindah bagi rumah tangga ini. Sebenarnya yang terjadi sesaat setelah menikah adalah hilangnya pekerjaan saya sebagai salah satu pekerja hotel di Bandung.
Beberapa bulan lamanya saya menganggur padahal istri tengah hamil. Beruntungnya kami adalah pihak keluarga istri khususnya tantenya yang memberikan perhatian penuh kepada kami. Darinyalah istri setiap hari bisa cukup mengkonsumsi nutrisi. Susu berkalsium khusus ibu hamil pun tak pernah kehabisan.
Sosok tante yang penuh perhatian ini tidak mengundang kecurigaan sedikitpun bagi kami dan keluarga besar semuanya. Tante Imel adalah orang baik yang royal, bersuami bule dari Amerika. Konon tante memang sempat tinggal disana dan saat ini belum kembali kesana.
Saat bahagia tiba
Beberapa hari menjelang kelahiran bayi, saya diajak tante untuk berbelanja menyiapkan segala sesuatunya untuk menyambut kelahiran ini. Saat itu saya sudah bekerja namun masih tahap percobaan jadi gaji saya belum begitu cukup mem-backup semuanya.
Menjelang HPL tiba, tante sibuk mengantar istri ke Rumah Sakit Bersalin yang berjarak sekitar 2 km dari rumah. Semangat tante bak menyambut kelahiran bayinya sendiri. Semuanya berjalan sangat lancar tanpa operasi. Bayi kami lahir sehat dengan sempurna.
Saat bahagia ini menjadi momen paling berharga bagi kami. Anugerah bagi keluarga besar kami. Semuanya merasakan kehadiran Aldo, menandai penerus keluarga besar seperti yang diharapkan. Yaa semuanya ingin agar anak kami lahir laki-laki. Harapan itu terwujud dan tak terlukiskan bahagianya kami semuanya di hari itu. Nama Aldo diambil dari Alfiah dan Donny, sebagai bunda dan ayahnya.
Pelukan hangat terakhir
Aldo membuat saya dan istri menjadi ceria. Hari-hari terlewati di Rumah Sakit dengan sukacita. Rencana Aldo akan kami bawa pulang dihari kelima. Tentunya atas persetujuan dokter kandungan yang menangani persalinan ini. Tante Imel selalu berada disisi Aldo, ia curahkan semua perhatian dan pandangan matanya yang tajam untuk Aldo.
Aldo mungil sudah waktunya pulang kerumah. Tante berpesan bahwa Aldo akan dia peluk selama perjalanan pulang kerumah. Sedang aku dan istri naik taksi saja, sebab di mobil tante sudah ada suami serta tiga orang saudaranya. Kami menurut saja, sebelum kami pulang aku sempatkan memeluk Aldo dan menciumnya. Siapa sangka ini adalah pelukan terakhirku buat Aldo.
Tante dan keluarganya tak kunjung tiba dirumah padahal mereka pulang lebih awal. Saya dan istri yang tiba dirumah sempat kaget. Kaget lalu berubah menjadi panik ketika semua akses komunikasi ke tante tak lagi bisa dihubungi. Demikian pula dengan suami dan keluarganya.
Kami sabar namun kami tak rela
Berbagai cara mediasi kami lakukan untuk mencari, mendapatkan dan membawa pulang Aldo. Dia adalah bayi yang menjadi buah hati kami. Jadi kami harus memperjuangkannya sampai kapanpun. Usut punya usut, sengaja tante dan keluarganya menginginkan Aldo ini untuk dibawa ke Amerika.
Tante bahkan sengaja memutus jalur komunikasi dengan keluarga besar kami. Kami bersabar lebih dari lima tahun lamanya. Namun kami tak akan rela, berbagai cara akan kami lakukan untuk Aldo pulang. Hingga suatu hari saya dan istri bertolak ke Jakarta dalam sebuah undangan, kami mendapati sinyal keajaiban.
Yaa, kami tak hanya datang untuk acara undangan. Kami sengaja mendatangi alamat praktek Mbah Mijan untuk berkonsultasi dan sekaligus meminta arahan solusi. Mengingat ikhtiar kami sejauh ini nihil adanya maka Mbah Mijan mengambil jalan Puter Giling Sukma. Kami semua berharap ini akan menjadi solusi terbaik bagi kami.
Persis setahun kemudian, diluar dugaan kepasrahan kami kepada Illahi Robbi ternyata tante pulang ke Indonesia membawa serta Aldo. Tante menangis dan memohon maaf atas semua yang terjadi bertahun-tahun ini. Semua karena desakan dari keluarga suaminya. Kami maafkan tante dan kami pun banjir air mata bahagia.