Pengunci Hati Sang Cinta Sejati
Aku mendambanya sejak lama dan kenyataan harus sementara terpisah membuatku harus gunakan pengunci hati sang cinta sejati dalam hidupku
Cita-cita menjadi Prajurit
Namaku Satria. Aku adalah penggemar film aksi sejak kecil. Koleksi film kakakku seringkali aku putar sepulang sekolah terutama film yang mengisahkan tentang gagahnya seorang prajurit. Mereka berperang gagah berani, membela negeri mereka tanpa rasa takut. Bertaruh nyawa demi nusa dan bangsa.
Kebiasaan menonton film tentang prajurit gagah berani ini membekas dalam benakku. Aku ingin menjadi seperti mereka yang siap sedia membela negara. Masa kecilku lebih suka main perang-perangan ketimbang permainan anak yang lainnya. Walau sesekali aku juga bermain bersama teman sebayaku dimasa kecil.
Ibu dan Ayah sangat mendukung cita-citaku. Tak heran masih kecil saja aku sudah dibelikan baju seragam ala tentara. Lengkap dengan pangkat lencana dan senjata mainan. Aku bangga mengenakannya tapi akan lebih bangga jika ini kelak tak hanya sekadar cita-cita saja.
Ditanam disiplin sejak dini
Kedua orang tuaku dan keluarga besarku mengajariku disiplin sejak kecil. Mulai dari bangun tidur, berangkat sekolah, merapikan rumah, jam belajar hingga jam tidur malam. Ayahku berkata bahwa jika mau jadi prajurit harus memiliki disiplin yang tinggi.
Displin yang sudah menjadi budaya hidup ini membuatku tak berani pacaran dengan gadis pujaanku. Maklum saja ada aturan dalam keluarga yang melarang kami berpacaran selama masih sekolah. Aku pun akhirnya pacaran secara diam-diam dengan Tiara, gadis yang paling manis yang aku kenal sejak SMP. Buatku Tiara adalah sosok sempurna yang menjadi cinta pertama dan harus menjadi cinta terakhirku.
Sebenarnya kakakku tahu hubunganku dengan Tiara tapi aku sangat meminta agar tidak diberitahukan kepada siapapun dirumah. Biarlah aku mengejar cita-citaku namun rapi menyimpan perasaan hatiku buat Tiara. Suatu saat nanti aku akan membuktikan kepada semuanya.
Lulus tanpa tapi
Postur tubuhku yang tinggi dan fisik yang tangguh didukung dengan nilai pelajaran sekolah yang memuaskan membuatku sangat mudah diterima sebagai Perwira. Aku lulus ujian dengan sangat mulus. Kali pertama terkabul aku bisa mencapai cita-citaku. Meyakinkan kepada keluarga bahwa aku memanglah mampu.
Dibalik kelulusanku ini ada sepercik sedih dihati kecilku. Bagaimana tidak? Pendidikan yang harus kutempuh sebagai calon prajurit memaksaku harus jauh dari Tiara. Apalagi aku bakalan ditugaskan jauh setelah pendidikan ini selesai. Bagaimana nanti nasib Tiara bila berlama-lama jauh? Rasa khawatir tentu ada dan bertambah kuat setiap hari.
Tiara adalah penyemangatku, masa iya kami harus berjauhan dengan kekhawatiran. Tiap kali rasa itu datang rasanya lemas juga. Hanya teman sekamar yang jadi tempat curhatku, sebab aku belum berani menyampaikan pada keluargaku soal urusan asmaraku.
Bantuan sahabat senasib dan sejawat
Siapa sangka ternyata sahabatku sekamar ternyata senasib pula urusan hatinya. Namun dia tetap tenang saja, berbeda dengan aku. Aku mencoba mencari tahu bagaimana bisa dia berjauhan dengan kekasihnya tanpa rasa khawatir sedikitpun. Ternyata jawabannya adalah dia telah mengunci hati kekasihnya, tentu dengan cara yang benar dan tidak berefek negatif kedepannya.
Makin penasaran dengan hal mengunci hati kekasih itu. Bagaimana caranya? Setiap malam pertanyaan itu aku lontarkan hingga pada suatu malam sahabatku berkisah tentang dahsyatnya Sekar Kinasih Damar Wulan. Awalnya bingung apa yang dia maksudkan ini.
Lewat sahabatku inilah seusai pendidikanku aku memantapkan diri untuk mengunci hati Tiara sebelum kutinggalkan tugas keluar pulau. Semua dengan harapan agar nantinya aku bisa memiliki Tiara seutuhnya hingga ke pelaminan. Bersyukurnya aku yang akhirnya keluargaku dan keluarga Tiara sama-sama merestui hubungan kami. Semua ini tak lepas dari segala doa, komitmen dan kesungguhanku dalam menjaga hatiku selama ini.